AHLI fisika-matematika Stephen Hawking dan Neil Turok dari Universitas Cambridge, pernah mengemukakan teori mengenai asal-usul alam semesta.
Menurut Hawking, alam semesta pada mulanya berupa sebuah benda sebesar kacang (kacang hijau) yang ada (existed) sepersekian detik sebelum terjadinya Dentuman Besar (Big Bang) 12 miliar tahun silam.
Teori terakhir sebelum ini, termasuk salah satu teori Hawking sendiri, menyebutkan alam semesta pada mulanya berupa sebuah benda sangat padat --berupa titik, jadi satu dimensi-- yang mengembang atau mengalami ekspansi menjadi jagat raya mahaluas seperti yang kita diami sekarang ini setelah Dentuman Besar terjadi 12 miliar tahun silam.
Unsur baru dalam teori alam semesta mirip kacang dari Hawking-Turok adalah "pada mulanya" itu berupa sebuah "benda tiga dimensi," bukan "benda titik satu dimensi." Hal ini akan memberi konsekuensi panjang yang bersifat matematis dan filosofis pada studi fisika dan astronomi modern yang berlangsung dewasa ini.
Teori baru yang dinamakan Inflasi Terbuka itu juga memostulatkan, alam semesta akan terus mengembang ke "tak-berhinggaan" yang menjelaskan bagaimana materi dahulu diciptakan. Ia dapat pula memecahkan persamaan gravitasi Einstein yang terkenal mahasulit.
Turok yakin, teorinya akan diterima oleh komunitas sains. "Ini merupakan jawaban terbaik bagi setiap orang yang mempelajari bagaimana alam semesta berawal," katanya.
Hawking dan Turok yakin beberapa saat -- walau pada "waktu" itu belum ada apa yang dinamakan sebagai "ruang" dan "waktu" -- sebelum Dentuman Besar, alam semesta sebesar kacang itu tertunda mengembang di kehampaan-tak-mengenal-waktu yang sedang mengalami masa-masa ekspansi cepat. Ekspansi sudah berlangsung beberapa saat dengan sangat singkat sebelum ledakan (Dentuman Besar) terjadi.
"Anda pasti berpikir, tidaklah mungkin mendapatkan alam semesta tanpa batas (infinite) dari sebuah benda yang terbatas (finite)," kata Turok.
"Kedengarannya paradoks, tapi teori kami ini tidak hanya mencakup terbentuknya alam semesta mirip kacang yang kecil ini, tapi keseluruhan masa depan alam semesta," tambahnya.
Hawking dan Turok merumuskan teori mereka dengan melakukan akrobat matematika terhadap hukum-hukum fisika ketimbang melakukan pengamatan "langsung" terhadap bintang-bintang dan benda-benda alam semesta.
Sepertriliun Detik, Alam Tercipta
Kalau selama ini terbentuknya alam semesta hanya terbukti secara teori, kini astronom menemukan jejak-jejak baru awal mula alam semesta. Hasil penelitian melalui pengamatan (observasi) menunjukkan bahwa alam semesta terbentuk kurang dari sepertriliun detik saja.
Astronom NASA merilis hasil temuan tentang adanya radiasi gelombang mikro (microwave) purba yang tercipta saat awal alam semesta. Gelombang microwave purba ini terus bergerak yang seolah membenarkan teori inflasionernya alam semesta.
Bukti baru itu menunjukkan bahwa alam semesta tiba-tiba tumbuh dari ukuran submikroskopis ke ukuran astronomis dalam rentang waktu kurang dari kedipan mata saja.
"Membesarnya alam semesta secara luar biasa ini terjadi kurang dari sepertriliun detik," kata fisikawan Universitas Johns Hopkins, Charles Bennett.
Bukti akan keberadaan gelombang microwave purba ini ditemukan oleh salah satu satelit NASA, yaitu Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP). Wahana antariksa ini diluncurkan NASA pada 2001. Setelah mengangkasa selama tiga tahun di ketinggian 1,6 juta kilometer dari permukaan bumi, WMAP menemukan bukti-bukti ilmiah itu.
Satelit angkasa ini dilengkapi dengan dua teleskop yang dapat menangkap gelombang microwave. Rencananya, WMAP yang mengelilingi bumi setiap enam kali dalam sebulan ini akan bertugas menangkap gelombang microwave purba hingga 2009.
Bukti adanya gelombang purba diketahui setelah astronom menganalisis variasi spektrum cahaya di angkasa. Deteksi WMAP menunjukkan bahwa cahaya itu dihasilkan saat alam semesta terbentuk 1,37 miliar tahun yang lalu. Gelombang ini terlihat dalam ukuran microwave dengan daya yang lemah.
Cahaya lemah ini muncul pertama kali saat alam semesta berumur 300.000 tahun. Pada waktu itu, radiasi mikroskopis masih memancar pada suhu mendekati nol dan temperatur yang membuat semua gerak atom terhenti. Cahaya purba ini membantu astronom memahami perbedaan temperatur di alam semesta muda.
Astronom mengatakan, perbedaan temperatur ini menunjukkan pola terbentuknya bintang, galaksi, dan planet.
Bagaimana astronom bisa membedakan gelombang mikro itu berasal dari awal terbentuknya alam semesta? Melalui sensor canggih WMAP, cahaya lemah dari awal alam semesta itu dipolarisasi dan disaring, sehingga diketahui fluktuasi kecerlangan cahayanya yang tersebar saat Big Bang terjadi. Dari sinilah astronom bisa mengetahui mana yang termasuk cahaya dari awal alam semesta.
"Ini sungguh membuat saya takjub, kita bisa menceritakan bahwa segalanya terjadi dalam sepertriliun detik itu," ujar Bennett.
Temuan WMAP ini membenarkan perkiraan para astronom tentang terbentuknya alam semesta sekitar 1,37 miliar tahun lampau. Akan tetapi, temuan itu merevisi perkiraan astronom sebelumnya tentang lahirnya bintang. Kalau semua astronom memperkirakan bintang terbentuk 200 juta tahun setelah Big Bang, hasil deteksi WMAP menunjukkan bintang lahir 400 juta tahun setelah dentuman besar itu.
Selain membuktikan akan kebenaran teori inflasioner bahwa alam semesta itu bergerak atau melakukan ekspansi, analisis terhadap cahaya yang ditangkap WMAP itu juga mengungkap tentang keberadaan energi gelap (dark energy).
Teori inflasioner dikemukakan pertama kali oleh astronom yang juga fisikawan Amerika, Alan Guth, pada 1979. "Ini menjadi suatu kemenangan bagi teori Guth setelah hampir 25 tahun kemudian kita memperoleh gambaran detil tentang inflasioner ini," kata kosmolog Paul Davies dari Universitas Macquarie.
Astronom semula hanya memperkirakan keberadaan dark energy ini secara teori. Namun, hasil observasi WMAP membenarkan akan adanya energi gelap tersebut. Dark energy adalah energi yang sampai saat ini belum diketahui persis apa komposisinya. Tapi yang pasti, dark energy mengisi hampir 74 persen ruang kosong di alam semesta.
Dalam teori inflasioner dinyatakan bahwa pada saat dentuman besar terjadi, alam semesta berada dalam ukuran mikroskopis. Namun, tiga peristiwa telah mengubahnya menjadi berukuran astronomis, yaitu terjadi fluktuasi temperatur yang luar biasa tingginya, ledakan yang mengubah energi menjadi materi, dan perluasan atau ekspansi sangat cepat yang akhirnya memungkinkan bintang dan galaksi terbentuk.***
Sumber: Kompas
Foto: NASA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar